Dari Sesak Jadi Lega Lalu Bahagia

Cimahi, 22 April 2015

MALU!

Satu kata emosi yang paling aku rasakan di pertemuan pertama privat class Menulis Dengan Hati yang diisi oleh teh Febrianti Almeera alias teh Pepew yang super ekspresif. Pemaparan yang disampaikan sejak awal, bahasannya simple, tentang NIAT. Tapi entah berapa kali ya aku merasa ditampar-tampar? Aku masih belum jujur. Masih banyak ‘udang dibalik tulisanku’. Rasa malu merambati hati, menyebabkan sesak yang coba aku terjemahkan dalam dialog hati.

“Ini sesak apa?”

Ada emosi negatif yang mungkin terpendam. Meski sisa, tapi bongkahannya masih besar ternyata. Belum release sepenuhnya. Aku pikir aku sudah cukup ‘sembuh’ dan ‘sehat’ sejak masalah terakhirku; depresi karena tekanan kehidupan yang menjadi bagianku. Menuliskannya, adalah hal menakutkan buatku. Apalagi membiarkan orang lain tahu kisahku. Tapi ‘sampah’ itu harus sesegera mungkin ditangani bukan? Dan aku rasa keberadaanku di kelas Menulis Dengan Hati hari ini tidak salah, aku berada di kelas yang tepat. This is what I really need.

Rupa-rupanya, sejenis sesak yang aku rasakan saat teh Pepew menyampaikan tentang bahwa ini adalah kelas menulis untuk merealase emosi, alam bawah sadarku sudah langsung mengakses kejadian yang mengerikan dalam hidupku dan menyebabkan timbunan emosi negatif. Ditambah dengan suasana kelas yang dingin, semakin melemparkan ingatanku pada suatu kondisi dingin yang menyakitkan bertahun lalu. Ingin lari dari kelas ini rasanya, aku sudah muak membahas segala hal terkait emosi yang coba aku timbun dalam itu. Tapi kalau aku lari, mungkin bongkahan rasa yang membuatku sesak itu tidak akan pernah menemukan cara untuk lepas dari diriku. Jadilah dalam sesak aku tetap berusaha menghadirkan diri di dalam kelas meski rasanya pandangan mataku mulai berkunang-kunang.

Yang aku syukuri, latihan di pertemuan pertama batch enam ini membuatku mampu melepaskannya. Meski mungkin belum seluruhnya. Tapi bongkahan rasa yang membuatku sesak itu perlahan hilang beriringan dengan tanganku yang bekerja sama dengan rasa hatiku terus menggoreskan tinta pada lembaran notes. Lega...

Arti kata menulis yang sebenarnya, aku temukan definisinya di kelas sini. Tentang menulis adalah menyalurkan rasa, tentang menulis adalah sarana untuk berdialog dengan diri sendiri. Ini luar biasa. Bagi diriku sendiri, menulis bukan suatu kegiatan yang aneh. Karena pun selama ini aku menjadikan menulis sebagai sarana penumpahan rasa. Dan aku tidak pernah merasa aku bisa menulis, selama ini, karena yang aku tuliskan hanya rasa hati, tapi di kelas ini aku dibuat tersadar, aku sudah dalam track menulis dalam artian yang sebenarnya, hanya perlu diperbaiki lagi, dilatih lagi, sehingga menjadi habit.
“You’ve doing the right thing, just keep going.” Bisik hatiku ditengah penyampaian materi.

Sejak awal, sangat bersemangat mengikuti kelas ini. Ada semacam rasa positif dalam hatiku, aku akan mendapatkan sesuatu yang besar dari kelas ini. Atas izin Allah dan semoga Allah ridha dengan langkah ini. Sejak melangkah keluar dari rumahku di Depok menuju ke tempat acara di Bandung, aku menggumamkan niat,
“Ya Allah, aku melangkah menuju tempat untuk menuntut ilmu. Memperluas silaturahim. Ridhai langkah ini, ridhai tiap jejaknya. Semoga perjalanan ini sejak berangkat sampai pulangnya penuh keberkahan dariMu.” Gumaman kataku yang aku ucapkan sambil bergetar.

Saat kelas di pertemuan pertama ini berakhir, aku merasa menjadi orang yang beruntung, Allah pertemukan dan mudahkan untuk bisa mengikuti kelas ini. Rasa bahagianya membuat langkah terasa ringan dan hati seperti menyanyikan dendangan ceria. Sebuah majelis ilmu yang sepulangnya aku dari sana membuatku semakin bersyukur, semoga sebagai tanda bahwa Allah meridhai perjalananku belajar di sini.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

DARI ANAKMU YANG KINI DEWASA

Perjalanan Pembuktian Cinta #Part1

Hmm..ukhti, istiqomahlah..