Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2015

Tutup Mata, Tutup Telinga dan Kunci Hati

Kamu diberikan mata untuk melihat, telinga untuk mendengar dan hati untuk memahami. Tapi kenapa seringnya kamu tutup mata, tutup telinga dan mengunci hati? Kamu lebih suka menjadi buta, tuli dan bodoh dalam satu waktu sekaligus. Memutuskan untuk tidak mau tau dan tidak mau peduli. Seketika menjelma begitu egois. Yang begitu kasar pada semua hal. Menumpahkan emosi pada sembarang jiwa. Kamu lebih suka lari dari kenyataan. Menghempaskan sekeras mungkin segala yang ada. Lupa bahwa yang kamu punyai semua adalah titipan yang harus dijaga. Mata, telinga dan hati yang bahkan hanya titipan. Pun enggan dijaga. Lebih suka tenggelam dalam pekak suara gemerincing dan gaduhnya dunia. Menyelam semakin dalam dengan mata dan telinga juga hati yang tertutup. Lebih suka memasang topeng lalu bersandiwara. Palsu dan kepalsuan yang menjadi identitas semu. Puji yang tak pernah benar sebab diri lebih mengerti betapa busuknya kondisi asli. Yang tadinya berpura-pura buta, tuli dan bodoh sampai menjel

Kau Tak Lelah?

Gambar
Jika setiap gerak rasamu ada pada ucapan orang lain.. Kau tak lelah? Jika setiap inisiatif kebaikanmu adalah karena ingin membuktikan sesuatu pada orang lain.. Kau tak lelah? Jika setiap saat hatimu selalu terusik karena kau letakkan rasa hatimu tercecer di mana-mana.. Kau tak lelah? Sudah lelah.. Mungkin hanya kesia-siaan yang akan kau dapatkan. Jika semua yang kau lakukan baik lahir atau batin atau nampak atau tersembunyi, hanya kau lakukan karena ORANG LAIN dan mengharapkan pandangan orang lain.. Kau tak lelah? Lalu kapan kau punya waktu membenahi dirimu luar dalam untuk sesuatu yang lebih sejati? Sesuatu yang sudah sepastinya akan kau temui di kehidupan yang ada setelah kehidupan dunia… Mulai sekarang berhentilah memberikan kontrol hatimu pada orang lain. Pegang erat kuat-kuat kontrol hatimu itu. Agar hanya tersebab apa yang membuat Allah ridha atau tak ridha lah yang akan sanggup mengusik hatimu sedemikian rupa.. #notetomyself

Yang Siap dan Dipersiapkan

Malam ini... Walaupun sakit. Setidaknya ini tidak separah sebelumnya. Karena aku semakin paham bagaimana mengeluarkannya dari hati dan menaruhnya pada genggaman jemari. Jika yang tadi memang bukanlah goresan pisau. Melainkan duri-duri yang berserak bahkan sebelum aku melewatinya... Aku jadi paham… Pemahaman malam ini adalah tentang duri yang menorehkan goresan panjang pada jemariku. Perih memang. Tapi ini lebih bisa kuhadapi. Meski meninggalkan sebab gemetar yang beberapa saat tak juga kunjung mereda. Lututku gemetar, seakan-akan begitu lemah bertahan untuk tidak mengendur perlahan. Pikirku, semoga tidak lepas dari tungkainya. Yang seperti ini tidak akan datang kecuali saat kondisiku 'siap'. Dan siap di sini adalah saat aku sedang merasa tenang dan lapang tersebab interaksi dengan Al-Qur'an yang sedang berusaha untuk terus aku jaga. Dan yang pasti, karena Allah sudah titipkan pula kemampuannya. Kenapa durinya tidak menggores saja di saat kemarin aku sedang tidak siap

Nostalgia Tak Berujung

Setiap orang,  punya caranya sendiri untuk bisa kembali bangkit setelah terjatuh. Ada yang dengan menulis dan bahkan akhirnya justru perjalanan jatuh-bangunnya menjadi sebuah buku yang kisahnya menginspirasi banyak orang lain yang membutuhkan referensi cara untuk bangun setelah jatuh. Ah.. Malam ini. Entahlah. Kenapa tetiba hatiku rasa sendu. Mungkin sebab aku melihat diriku sekarang dan sedang berkaca pada diriku beberapa saat lalu. Aku yang dalam cermin sedang terseok-seok bangkit untuk percaya. Bangkit untuk kembali memahami makna dari nyeri yang hadir menyapa seluruh jiwa raga. Aku meraba cermin itu. Menatap wajahku yang saat itu lesu tanpa gairah. Aku ingat persis rasa hatiku saat itu. "Apa mati lebih baik daripada menghadapi kesemuaan ini?" Ya.. Aku telah kembali berdiri. Bangkit setelah melewati tangis panjang yang seolah tak ada habisnya. Ya..  Aku telah kembali bangkit. Berdiri lagi setelah begitu lama enggan melihat dunia. Bahkan tak bersyukur masih diberikan ke