Parameternya....kembali lagi ke diri masing2 aja.. Maksudnya pilihan di sini itu, tergantung masing2 individu, mau plih jadi dewasa apa ga'.. ^^ *hanyapendapatseoranganakkecil..*
Musibah: Balasan, Kasih, atau Teguran? وَمَاۤ أَصَـٰبَكُم مِّن مُّصِیبَةࣲ فَبِمَا كَسَبَتۡ أَیۡدِیكُمۡ وَیَعۡفُوا۟ عَن كَثِیرࣲ “Dan apa pun musibah yang menimpa kalian, maka itu disebabkan oleh perbuatan tangan kalian sendiri, dan Dia memaafkan banyak (dari kesalahan kalian).” (QS. Asy-Syūrā: 30) 1. Saat Musibah Mengetuk Tidak ada satu pun manusia yang bisa memilih jenis ujian yang akan datang kepadanya. Kita tidak pernah mendaftar untuk kehilangan, tidak pernah menandatangani kesediaan untuk kecewa, dan tak pernah mengajukan diri untuk patah. Namun, pada waktunya, hidup menyeret kita masuk ke dalam ruang perenungan yang paling jujur: ruang di mana semua yang kita sandarkan ternyata rapuh, dan semua yang kita abaikan ternyata paling berarti. Ayat ini turun dalam konteks hujan yang Allah turunkan setelah masa keputusasaan panjang . Ibn ‘Āsyūr menjelaskan bahwa kaum Quraisy pernah ditimpa kemarau dan kelaparan hebat , sebagai akibat dari kesombongan dan gangguan mereka terhadap...
(Refleksi tentang kasih sayang Allah di balik setiap perintah dan larangan-Nya) Hari ini Allah mengajarkanku sesuatu. Bukan lewat ayat yang kubaca, bukan pula dari ceramah atau buku yang kubuka—melainkan lewat keseharian sederhana bersama anak-anakku. Lewat satu peristiwa kecil di rumah, yang mungkin tampak sepele, tapi justru di sanalah Allah menyisipkan hikmah yang begitu dalam. 1. Sebuah Permainan yang Tak Biasa Sore itu, Raihan, anakku yang berusia sembilan tahun, sedang bermain dengan sebuah kardus besar. Ia tampak sangat antusias, seolah menemukan dunia baru dalam kardus itu. Tangannya memegang garpu besi, dan ia mulai menusuk-nusuk bagian permukaannya dengan semangat. Bagi anak-anak, mungkin itu hanyalah permainan yang seru. Tapi dari sudut pandangku sebagai seorang ibu, yang langsung bisa membayangkan segala risiko—itu berbahaya. Lebih-lebih lagi, adiknya yang baru dua tahun sedang memperhatikan dengan mata berbinar. Aku tahu sebentar lagi ia pasti akan meniru. Dan di situlah n...
Ramadan telah pergi. Ia tidak pamit. Tidak pula menoleh. Hanya meninggalkan jejak harumnya dalam ruh—jika kita benar-benar hadir saat ia datang. Kini Syawal menyapa. Bukan dengan gegap gempita pesta, melainkan dengan sebuah pertanyaan yang sunyi: “Masihkah kau ingat siapa dirimu saat Ramadan menyentuh hatimu?” Syawal bukan jeda. Bukan tempat kembali bersantai dari perjuangan ruhani. Ia justru pintu masuk, ke sebuah medan baru: konsistensi setelah intensitas. Tentang Ramadan: Mengapa Allah Memilihnya Allah menyebut Ramadan sebagai bulan yang mulia, karena: “ Di dalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia, penjelasan dari petunjuk itu, dan pembeda antara yang benar dan batil.” (QS. Al-Baqarah: 185) Ramadan bukan bulan lapar. Bukan sekadar puasa. Tapi bulan turunnya cahaya pertama dari langit ke dada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Ibnu Asyur menuliskan: turunnya Al-Qur’an adalah alasan mengapa waktu menjadi mulia. Bukan karena malamnya, bukan karena hari-harin...
Amin Yaa Rabbal alamin :)
BalasHapusaslm.,ada tua dunk da wisuda,.ckckc
BalasHapusamiiin :)
BalasHapusHa..ha..
BalasHapusTua itu pasti...dewasa itu pilihan..
Makasih do'anya....^_^
BalasHapusmakasih banget euy Teh.....
BalasHapusJadi terharu ni,,didoain sama orang sibuk..
Hikz..
iya gtu,.dewasa itu pilihan,.
BalasHapusparameternya apa???
Parameternya....kembali lagi ke diri masing2 aja..
BalasHapusMaksudnya pilihan di sini itu,
tergantung masing2 individu, mau plih jadi dewasa apa ga'..
^^
*hanyapendapatseoranganakkecil..*
hehehe tau aja neeh si teteh "sok" sibuk :D :D
BalasHapusemang iya khaaan!!^__^
BalasHapus