Perjalanan Pembuktian Cinta #Part6

#PERJALANANPEMBUKTIANCINTA

#PART6 : LIMBUNG

WARNING!
Sangat bahaya jika baca sepotong-sepotong. Maka baca juga part-part sebelumnya ya. Sebelum baca ini. 😊

Part 1 : http://bit.ly/2sLFoml
Part 2 : http://bit.ly/2twRaOs
Part 3 : http://bit.ly/2szWAqS
Part 4 : http://bit.ly/2uVf8T0
Part 5 : http://bit.ly/2sVdvbN

******************************

Aku ini orangnya baperan. Ngaku lah ya. Aku punya niat baik, yang lama aku tunda. Tentang menuliskan sebuah hikmah. Dengan tujuan menyeru manusia kepada Allah.. Untuk kembali padaNya, percaya padaNya, yakin padaNya, menjadikan Dia yang paling dicintai di atas apapun, menjadikan hidup dan mati hanya untukNya. Maka aku bahagia dan senang sekali melalui tulisan hikmah di 5 part pertama, setelah lama ditunda, ternyata banyak yang japri ke messenger  maupun whatsapp merasa tercerahkan dan menemukan solusi..

Hal-hal yang terjadi cuma satu cara Allah narik kita balik ke Allah. Ngaduin semua ke Allah,  minta pertolongannya Allah.
Sampai kita sadar dan bisa narik hikmah dari setiap kejadian baik enak ataupun ga enak, dan semuanya itu bikin kita tambah baik dari sebelumnya.. Makin sadar apa inti kehidupan yang cuma sebentaran ini.. Allah yang akan kasih hadiahnya.
Orang-orang di sekitar kita cuma Allah pinjam dan jadikan ujian buat kita. Jangan lihat masalahnya, jangan lihat orangnya,  lihat Allah mau ngajarin dan menyampaikan apa dibalik semua ini.

Fokus ke Allah.

ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ

(Bahasa Indonesia)
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.

-Surat An-Nahl, Ayat 125

Karena memang kembali ke Allah, menjaga hubungan dengan Al-Qur'an adalah solusi.

Yang aku sampaikan bukan hal baru.. Kita sudah terlalu banyak terabaikan dengan hal lain sehingga lupa sumber segala solusi... Wallahua'lam.

Tapi.. Aku ini terlalu peduli pada komentar orang. Dari dulu kelemahanku itu hal ini. Semiga Allah jaga hatiku selalu ya. Tidak bangga dengan pujian dan tidak mundur karena cacian.

Menuliskan kisahku ini, butuh sekali kekuatan. Karena ini mengalahkan egoku yang inginnya simpan aja rapat-rapat kisah yang sudah lewat. Buat apa diceritakan.

Tapi Allah memberikan beberapa tanda yang coba aku baca, dibalik beberapa kejadian yang menimpa  baru-baru ini, maka akhirnya aku mulai tuliskan kisah yang lama aku simpan itu. Di part 4 sudah ada komen negatif yang bilang aku ini curcol aja di medsos. Buka aib. Kata-katanya singkat aja. Tapi nusuk. Aku sampe baper dan cerita ke suami, nangis-nangis sampe mata bengkak. Aih.. Aku ini jadi sensitif sekali..

Itulah.. Beda kepala maka beda pemikiran.

Niat baik yang disalahsangkai.. Itu nyeri ya.
Dan niat baik Allah ke kita yang kita salah sangkai itu lebih banyak lagi ga?
Sangaaat banyak.

"So stop baper! Kalau niatmu baik, lanjutkan!" kukatakan itu pada diriku sendiri.

Maka aku di sini.. Melanjutkan kembali apa yang sudah aku mulai. Meski aku jadi merasakan lagi perih-perih yang ternyata masih terasa. seperti luka yang kembali terbuka. Entahlah.. Mohon doakan. Agar niatan besarnya selalu terjaga. Lurus.

Bukan untuk membesarkan diri sendiri.. Tapi membesarkan nama Allah..

Menuliskan ini butuh kekuatan, karena itu berarti aku harus menyelami lagi masa-masa di hidupku yang sebenarnya sudah tidak ingin lagi kuingat-ingat.

Aku penuh cela. Kau harus tau itu.. Aku tampak baik hanya karena Allah masih tutupkan aib-aibku. Semoga Allah lindungi dari rasa ingin dilihat orang lain.. 😭

*******

"Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami melakukan kesalahan. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebani kami dengan beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang2 sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tidak sanggup kami memikulnya."

qs.2:286

Dan inilah doa yang sering kali aku panjatkan saat kabut gelap itu mulai hadir dihidupku yang sebelumnya begitu cerah. Kabut yang sebelumnya pernah hadir tidak pernah sepekat dan segelap yang ini.

Aku limbung.

Maka aku menguatkan peganganku kepada Allah. Dan terkadang, lewat kisah-kisah duka dan sakit lah Allah mau mengajak kita kembali melihatNya. MembesarkanNya lebih besar dari masalah tersebut.

Kalau aku harus berjalan dalam gelap kabut yang menghalangi pandanganku akan jalan di depanku, selama aku berpegangan padaMu ya Allah, tidak akan ada yang tidak bisa aku lewati.

Itu keyakinan yang berulang kali coba aku yakinkan pada diriku sendiri.

Sepulang dari Jakarta, pertemuan dengan orang itu. Panas dingin seperti tidak mau lepas dari diriku. Selalu saja sedih setiap mengingat kisahku. Abi yang marah, umi yang luka, aku yang bodoh...

Suatu sore di pertemuan rutin kelompok ngajiku. Pembahasan yang disampaikan oleh murobbiyahku adalah tentang 'Mengutamakan Allah dari SelainNya'. Sudah kukatakan sebelumnya, rangkaian hari-hariku berjalan seperti tanya jawab yang berurutan. Yang aku butuhkan dan pertanyakan, Allah hadirkan jawabannya lewat kejadian, orang lain, sesuatu yang kubaca, dan semua apapun yang terjadi padaku. Maka sore itu aku mendapatkan sebuah jawaban lagi...

Aku melangkah karena pilihanku adalah yang Allah tunjukkan. Meski berat, aku mencoba menjalaninya. Mungkin akan ada yang menilai aku bodoh mau saja menjalani hal yang akan membuat aku dibenci banyak orang. Tapi aku memilih karena ada alasan di hasil istikharah yang kutemukan.

Aku bisa saja berlari menjauh, kabur.. Tapi sampai kapan aku akan sanggup menjauh dan kabur dari Allah? Ini bumiNya. Kisahku milikNya. Ke manapun aku lari, aku akan tetap berada dalam penglihatanNya, jangkauanNya.

Maka aku melanjutkannya dengan sebuah syarat.

Tapi syaratku, ditiadakan oleh abi. Aku diminta melangkah tanpa dipenuhi syaratku. Maka jangan tanya kegundahan dan rasa bersalah macam apa yang mengungkungku saat semua itu dimulai...

Rasa bersalah yang sanggup membuatku berpikir tentang bunuh diri.

Rasa bersalah yang sanggup membuatku mati saat aku masih hidup.

Rasa bersalah yang ternyata di suatu masa membuatku melupakan semua petunjukNya, dan berjalan tanpa pegangan. Bagian ini akan aku ceritakan pada saatnya nanti..

*******

Langit sepenuhnya mendung, gelap. Padahal jika masih sore seperti itu biasanya langit masih ada cahaya. Tapi tidak sore itu... Warna langit menyerupai warna hatiku sore itu.

Pintu mobil terbuka. Umi dan abi menatapku. Aku tersenyum dengan wajah yang dipaksakan.

Perjalanan sore itu menjadi perjalan paling mengerikan dalam hidupku.

Kata abi, sore itu akad akan dilaksanakan.

Ibarat Siti Nurbaya, aku menangis dalam hati tanpa air mata yang menetes, berteriak berontak tanpa suara. Tanpa daya.

Sungguh. Meski aku memang sudah bersepakat denganNya.. Ini semua tetap saja terasa mengerikan. Masa depanku setelah hari itu entah akan seperti apa. Semua sangat gelap.

Dan syaratku... Yang tidak dipenuhi. Itu yang sungguh paling menggangguku.

Mengapa abi setega itu?

Ini semua tidak akan berjalan baik kedepannya. Firasatku.

Ini semua akan menjadi buruk. Terutama buatku.

Tapi pintu mobil sudah ditutup. Mobil perlahan beranjak. Dalam mendung yang mulai menurunkan rintik-rintik bermula gerimis berlanjut deras. Sungguh, langit seperti berduka. Mengantarku ke pelaminanku dengan tetesan air matanya yang tumpah. Sedang air mataku kering. Hanya menjelma tangis di dalam batin. Langit seolah mewakili tangisan batinku.

Aku diminta tidak memberitahu siapapun akan rencana akad tersebut. Tapi aku tidak kuat, aku kirim SMS kepada 3 orang teman terdekatku di pesantren. Aku meminta doa mereka. Meminta jangan infokan kemanapun ke siapapun.. Bahwa aku akan melaksanakan akad nikah malam itu. Aku sungguh minta didoakan. Karena hatiku patah-patah bahkan saat aku belum memulai akadku. Aku meminta doa karena aku begitu takut dengan perjalananku sore itu.
Saat SMS terkirim, air mata yang semula kering, mulai deras mengalir. Tanpa suara.

Aku menutup wajahku.. Pura-pura tidur.. Padahal sedang menutupi tangis.. Berusaha tidak terlihat guncangan pundakku agar umi dan abi tidak tahu kalau aku menangis.

Ini pilihanku. Meski aku takut, aku akan jalani. Meski aku takut, akan aku terima konsekuensinya.

Semakin dekat perjalanku dengan tujuan, aku semakin takut.

Aku sempat membayangkan, bagaimana jika mobil ini kecelakaan saja. Agar tidak usah berlanjut rencana tersebut.

Ah pikiran bodoh...

Ternyata harapanku tentang mobil yang kecelakaan itu tidak terjadi. Karena mobil telah sampai di tempat tujuan. Sebuah hotel.

Kami diarahkan ke sebuah ruangan di hotel tersebut.

Aku sempat pula berpikir akan ada gaun nikah putih seperti yang ada di mimpiku.. Tapi itu tidak ada.

Aku sempat berpikir, akan ada pelaminan dan tamu-tamu undangan.. Tapi itu pun tidak ada.

Wajahku polos saja. Dengan baju yang masih sama dengan yang kukenakan saat berangkat. Kau tau apa warnanya? Hitam. Seperti aku berkabung di hari pernikahanku sendiri. Padahal itu tanpa sengaja kukenakan.

Ah... Malam itu adalah malam paling mengerikan.

Apa pernikahanku hanya akan seperti ini saja? Dan aku baru tau, akad itu tanpa bapak-bapak penghulu yang biasanya hadir di sebuah pernikahan.

Kau sebut saja ini nikah sirri.

Dan aku terkejut akan hal itu.

Kupikir semua telah dipersiapkan dengan matang oleh abiku.. Ternyata harapan dan kepercayaanku terlalu berlebihan padanya.

Persiapannya tidak sesempurna itu.

Ah Allah... Kupandangi wajahku dalam cermin tepat sebelum pelaksanaan akad itu dimulai. "Kau yakin mau melanjutkan ini? Ini tidak sesuai dan bahkan sangat tidak sesuai dengan sebuah pernikahan yang pernah ada dalam bayanganmu. Kau yakin? Kau tidak mau kabur saja dari sini?"

Perang batin itu kembali terjadi.

Abi mengetuk pintu kamar mandi tempatku berkaca. Mengisyaratkanku untuk segera keluar karena acara akan segera di mulai.

"Hai kau, pernikahan macam apa ini?" tanyaku pada bayanganku di kaca.

Perutku sakit. Seumur hidupku.. Aku tidak pernah senervous itu. Mungkin nervous bagi calon pengantin itu biasa.. Tapi nervous bagiku dengan pernikahan yang macam itu.. Rasanya bukan kata yang tepat. Itu rasanya seperti menyerahkan leherku ke tiang gantungan. Mau mati. Itu rasanya.

Aku keluar kamar mandi. Berjalan mengikuti abi menuju ruangan tempat akad akan dilangsungkan.

Tiap langkahku melangkah satu demi satu terasa semakin berat. Aku genggam erat tangan umi di sampingku.. Meminjam kekuatannya.

Sebuah kamar tipe suite room.

Begitu pintu ruangan dibuka, ada beberapa orang bapak-bapak di dalamnya. Orang itu, kau sebut saja dia Mr.S, dan para saksi nikah.

Menurutmu kenapa bisa ada laki-laki yang ingin menikah lagi? Mencari istri lain selain istri pertamanya?

Niat... Akan sangat banyak niat.

Apa yang dikatakan lisan, belum tentu apa yang ada di dalam hatinya. Kau pasti tau itu.

Maka aku dalam kisahku tidak ingin membahas bab niat orang lain.. Niat orang yang menikahkanku menjadi istri keduanya.

Niat yang dia katakan aku tau. Tapi aku pun tidak tahu apakah niat itu benar adanya seperti itu atau tidak.

Maka mari lanjutkan kisah ini. Ini kisahku. Dari sudut pandangku, tentang niatku, dan tentang apa yang aku rasakan, tentang apa yang terjadi padaku.

Tidak perlu meluas ke mana-mana.

Ok lanjut lagi...

Mereka orang baik semua. Aku yakin itu. Mereka orang paham agama semua. Seperti abiku. Aku yakin itu.

Aku dan umi masuk ke ruangan dalamnya. Berdua saja.

"Serius?" Aku bertanya pada diriku lagi. "Kau yakin kau lanjutkan ini?" "Kau tidak mau kabur saja?"

Ah tawaran dari dalam diriku sendiri itu terasa begitu menggoda sekali. Sepertinya akan seru jika calon wanitanya lari.
Tapi rupanya aku tidak lari. Aku masih diam di ruangan itu.. Menggemakan nama Allah di dalam hati berulang kali.. MemintaNya tidak meninggalkanku di saat aku paling butuh keberadaanNya.

Kudengar, saat akad nikah berlangsung, malaikat rahmat hadir dan mendoakan orang yang berdoa di saat makbul tersebut. Waktu mustajab doa.

Akad sudah mau dimulai, kudengar, seseorang mengangkat telfon di ruang tamu, akad ditunda sejenak.. Entah siapa dan menjawab telfon siapa dan tentang apa. Sekitar lima menit. Dan akhirnya akad benar-benar berlangsung.

Air mataku mulai meleleh.
Ini akad pernikahanku.. Harusnya bahagia bukan? Tapi mengapa harus seperih dan seluka ini rasanya.?

Duh Allah... Allah... Allah...

Aku nyerah saja padaMu untuk kisahku  selanjut-selanjutnya setelah ini.

Kini.. Sepenuhnya aku adalah pion yang Kau gerakkan ya Allah. Maju-mundur, kanan-kiri, melangkah-berhenti, gerak-tidur, karenaMu, untukMu.

Maka akad malam itu bukanlah akad nikahku dengannya yang sudah sah menjadi suamiku. Akad itu adalah akadku dengan Allah. Aku 'berjual-beli' dengan jiwaku dengan Allah di malam akad nikahku itu. UntukNya. Karena aku ada di situ malam itu karena aku memilih Allah. Bukan memilihnya.

Tapi ada sebuah kesadaran baru.. Aku istri dari seseorang. Maka aku punya kewajiban tambahan. Yaitu taat kepada yang menjadi suamiku. Meski dalam kondisi yang seperti itu dan entah bagaimanapun.

Ya Allah... Kau haturkan kemana ceritaku selanjutnya? Terserah Kau saja, aku ikut.

Dan kau tau? Kabut yang semula gelap.. Akan semakin gelap dan gelap lagi ke depannya setelah malam itu...

_______________________________________
Semoga masih Allah izinkan buat melanjutkannya..
_______________________________________

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DARI ANAKMU YANG KINI DEWASA

Perjalanan Pembuktian Cinta #Part1

sampe sebesar ini?