Perjalanan Pembuktian Cinta #Part4

#PERJALANANPEMBUKTIANCINTA

#PART4 : ALLAH-LAH SANG PEMILIK HATI

Bisa baca dulu 3 part sebelumnya. Supaya nyambung dengan part 4 ini.
Part 1 : http://bit.ly/2sLFoml
Part 2 : http://bit.ly/2twRaOs
Part 3 : http://bit.ly/2szWAqS

******************************

"Kamu tau? Kisah-kisah besar.. Sejarah-sejarah besar. Selalu terulang. Di tahun-tahun setelahnya. Mungkin ratusan atau ribuan tahun kemudian. Mungkin tidak persis sama.. Tapi menyerupai.. Saling berpilin membentuk sebuah skenario baru yang hanya Allah yang tahu."

Itu perkataan seorang ustadzah yang kuceritakan detil kisah istikharahku dan aku minta pendapatnya tentang apa yang harus aku lakukan.

Setelah mendengar kisahku.. Dia terdiam cukup lama dan melantunkan tasbih berkali-kali dari mulutnya.. Dan dia mengatakan hal tersebut di atas.

Aku bertanya.."Maksud Ustadzah apa? "

Diujung telfon sana dia menjawab setelah menarik nafas dalam.."Mendengar kisahmu.. Umi teringat kisah Nabi Ibrahim saat diminta menyembelih putranya, Ismail alaihissalam. Umi yakin.. Abimu ga ridha melepaskanmu begitu aja ke tangan orang biasa. Buat abimu.. Menyerahkanmu menjadi seorang istri nomor sekian adalah seperti menyerahkanmu keatas tempat penyembelihan dan menyembelih lehermu.
Umi yakin ga akan ada orang tua yang setega itu. Terutama abimu. Pasti dia punya alasan kuat.. Terlebih setelah dia mendengar kisah istikharahmu.
Lanjutkanlah nak.. Allah punya rencana untukmu kedepannya.
Melangkahlah bersama Allah.
Allah yang akan membantumu dan memampukanmu melewati setiap rupa kesulitan dan ketidakmampuanmu."

________________________________

Di bulan terakhir aku setelah info  dari abi tersebut.. Aku jadi lebih sering menangis. Jadi lebih sering pula berbincang dengan Allah. Curhat. Dengan yakin Dia Maha Mendengar.. Dan akan menjawab curhatanku dengan kebijaksanaan yang akan menenangkanku. Aku sangat yakin sekali akan Dia.. Allahku sang Maha Segala.

Setelah kejadian menangis saat jaga prasmanan di pernikahan teman.
Aku kembali ke pesantren tahfizh.. Menjalani hari-hari sebagai seorang pengajar tahfizh seperti biasanya..
Saat itu baru sebulan aku sembuh dari sakit typus.. Sakit typus terparah di hidupku.. Selama 1 setengah bulan terbaring tanpa daya.. Sampai setelah sembuh datangnya berita itu seolah aku tersadar, mungkin sakitku yg lama itu adalah cara Allah mempersiapkan aku dan lahir batinku untuk menerima info tentang hal yang paling menakutkan di dalam hidupku itu. Tapi aku belum sekuat itu.
Karena lelah dan banyak pikiran.. Sakitku kambuh lagi.. Hanya seminggu saja.. Tapi jauh lebih sakit dari yang sebelumnya.. Tidak ada makanan ataupun minuman yang masuk kecuali akan aku keluarkan lagi. Muntah. Demam tinggi.

Setelah seminggu sakit.. Aku berkegiatan kembali seperti biasa.
Aku pikir, umiku sudah tidak mempermasalahkan lagi kasus tersebut.. Rupanya tidak.. Umi masih sedang berusaha mencari jalan menggagalkan rencana tersebut.

Umi tau, aku pernah menyukai seseorang. Dan orang itu adalah kakak tingkatku di pesantren.. Saya akan rahasiakan identitasnya di kisah ini.
Dan ternyata umi menghubungi beliau.. Meminta tolong padanya untuk menyelamatkanku.

Dan umi sampaikan padaku bahwa dia yang pernah aku sukai itu mau datang melamarku.

Badanku panas dingin seketika.

Ini godaan berat. Pikirku saat itu.. Daripada menikah dengan orang yang sudah berkeluarga, lebih baik aku menikah dengan seseorang yang jelas masih sendiri.. Berkualitas. Dan bahkan aku menyukainya.

Tapi.. Ada nurani yang lagi berbicara... "Lantas, kamu mau lupakan saja semua petunjuk yang kamu dapatkan? Kamu mau tutup mata dan tutup telinga dari semua tanda yang Allah berikan itu?"

Sisi lain hatiku, ia bernama ego.. Menyangkal nurani. "Tapi, kau berhak bahagia.. Buat apa kamu sok-sokan memilih jalan yang Allah mau untukmu tapi kau tidak menyukainya? Dan lagi, apa pendapat orang banyak atas dirimu? Kau akan menjadi seseorang yang dibenci."

"Aku ingin menjadi hamba yang Allah lihat.. Hamba yang Allah cintai.. Aku cinta padaNya.. Aku akan melakukan apapun yang ia pinta atas diriku. Aku lebih  mengutamakan pendapat Allah atas pilihanku." nurani kembali berargumen.

"Kau keras kepala! Terserah kau sajalah." Ego pergi meninggalkan nurani.

Lelah dengan pertengkaran di dalam hati tersebab tawaran umi tentang seseorang yang aku sukai itu.. Aku kembali mengadukannya kepada Allah.

Saat itu selepas shalat maghrib. Bersimbah air mata lagi. Aku sampaikan ke Allah sebuah pintaku..
"Ya Allah... Kau tau apa yang terjadi padaku. Aku sempat mengira semua kebetulan itu adalah pentunjuk dariMu. Tapi sepertinya bukan. Bisa jadi itu hanya aku saja yang mengada-ngada jadi seolah semua terhubung.. Aku belum jelas apa maksudMu apa inginMu. Aku mau memilih yang Kau pilihkan karena pasti tidak akan ada kekecewaan. Tapi aku butuh kejelasan ya Allah atas apa yang Kau ridhai untuk diriku ini..
Aku butuh keputusan yang sejelas-jelasnya. Tolong ya Allah.."

Selepas shalat itu, aku rebahan di kamar muhaffizhah. Kamar yang disediakan di tempat tahfizh untuk para pengajar.

Tidak lama kemudian datang seorang santri mencariku.

"Assalamualaikum ka Ibah. Saya mau setoran. Maaf tadi pagi ga bisa setoran hafalan soalnya belum hafal.. Ini baru hafal. Boleh ga?"

"Oh ya boleh silahkan.. Sini." aku duduk di atas kasurku. Bersiap menyimak setoran hafalannya..

Dia menyerahkan Al-Qur'an kepadaku.. Aku buka halaman yang akan dia setorkan. Surat Al-Anfal. Halaman ke-3.

Meski aku pribadi tidak begitu mahir bahasa arab. Tapi kalau Al-Qur'an, aku menghafalnya dengan bantuan terjemahannya. Jadi kalau ada ayat Al-Qur'an dibacakan aku bisa menangkap maksud dan makna ayat tersebut. Meski terbatas.

Saat santri tersebut mulai melantunkan hafalannya.. Aku mengerenyitkan dahi. Bukankah ayat ini tentang... Aku lanjut membuka terjemah di Al-Qur'an sambil tetep menyimak hafalan santri tersebut..

Dan saat itu juga aku terkejut lagi.. Entah berapa kali Allah membuatku terkejut.. Karena apa yang aku tanyakan saat shalat tadi.. Seolah terjawab di ayat qur'an yang si setorkan oleh santri itu. Menangis lagi aku sejadi-jadinya.. Santri tersebut sampai berhenti dam bertanya..
"kenapa ka Ibah,? Aku salah ya? Ga lancar ya hafalannya?"
Padahal hafalan dia lancar.. Hanya aku yang sedang dikejutkan oleh Allah. Aku memberi isyarat kepadanya dengan tanganku untuk terus melanjutkan setoran hafalannya. Tidak sanggup bicara.. Karena aku masih menangis. Menangis deras dengan menahan keluar suara.

Pernah coba nangis keras sambil nahan keluar suara? Apa akibatnya? Nyesek di dada... Benar? Nah itulah
yang aku alami sore itu.

Ah Allah.. Kau dan skenarioMu itu.. Masyaallah..

Sudah kau buka terjemah surat Al-Anfal halaman ke-3? Bukalah..

Akan kau temukan kata KEPUTUSAN di halaman tersebut. Tepat seperti apa yang aku minta saat shalat. Ayatnya ayat ke 19. Akan aku kutipkam terjemah ayatnya di sini.

إِنْ تَسْتَفْتِحُوا فَقَدْ جَاءَكُمُ الْفَتْحُ ۖ وَإِنْ تَنْتَهُوا فَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ ۖ وَإِنْ تَعُودُوا نَعُدْ وَلَنْ تُغْنِيَ عَنْكُمْ فِئَتُكُمْ شَيْئًا وَلَوْ كَثُرَتْ وَأَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُؤْمِنِينَ

(Bahasa Indonesia)
"Jika kamu meminta KEPUTUSAN, maka sesungguhnya keputusan telah datang kepadamu; dan jika kamu berhenti (memusuhi Rasul), maka itulah yang lebih baik bagimu; dan jika kamu kembali, niscaya Kami kembali (memberi pertolongan); dan pasukanmu tidak akan dapat menolak sesuatu bahaya sedikit pun darimu, biarpun dia jumlahnya (pasukan) banyak. Sungguh, Allah beserta orang-orang beriman.

-Surat Al-Anfal, Ayat 19

Kau mulai tersentak juga dengan kisahku ini? Ini bukan rekayasa. Sungguh. Ini kejadian yang aku alami.. Real. Nyata. Berkali-kali terjadi dialog seperti ini. Aku bertanya... Dan Dia menjawab. Dengan caraNya.

Dan aku kembali dilanda gigil yang kuat. Aku demam lagi malam itu.

*************

Umi masih marah dengan keputusanku. Aku dicuekin. Aku tidak dianggap ada.

Aku akhirnya pulang ke rumah. Berniat untuk bercerita pada umi.

Umi tidak mau melihat wajahku..

Sambil umi memunggungiku di atas kasurnya. Aku duduk di sampingnya.. Memulai lagi dialogku dengan umi. Satu arah. Blas.. Karena aku dicuekin. Ga dianggap. Umi sangat marah.

Tapi aku tau umi ga tidur. Umi hanya pura-pura tidur.

"Umi... Maafin kalo aku salah. Aku ga pernah ada niatan buat nyakitin umi. Dan segala niat buruk apapun itu.. Termasuk dalam hal tawaran nikah itu." aku menghela nafas.

"Aku masih kecil mi. Masih muda. Masih panjang sekali jalan hidup aku.. Kalau memang Allah izinkan aku buat panjang umur. Dan buat apa aku sia-siain hidup aku cuma buat menerima tawaran nikah karena keputusan aku pribadi dan ego aku tanpa melihat apa yang Allah mau?
Aku menikah sama orang yang memang Allah pilihkan buat aku karenaNya..
Aku jelas ga mau dan ga suka nikah sama orang yang jelas sudah berkeluarga mi.. Buat apa? Aku ga sebodoh itu buat menghacurkan rumah tangga orang seperti yang umi katakan lewat SMS kemarin.
Aku masih punya selera. Jelas-jelas aku tau siapa orang yang aku suka.. Kalau menuruti keinginan aku mi... Jelas aku pilih apa yang aku suka.
Tapi itu belum tentu Allah ridha.
Aku memang ga suka mi.. Sangat-sangat-sangat ga suka sama tawaran abi ini. Tapi gimana mi.... Kalau ternyata pas aku istikharah.. Setiap petunjuk dan tanda yang Allah kasih seolah menujukkan kalau Allah ridha sama tawaran abi ini?
Aku bisa aja pura-pura ga ngeh sama petunjuk itu.. Pura-pura ga sadar kalo Allah sedang mengarahkan aku. Dan aku langsung bilang NO ke abi.
Tapi mi... Aku punya cita-cita menjadi hamba yang mencintai dan dicintai Allah.. Yang karena cita-cita itu.. Ga mungkin aku diam aja begitu pentunjuk itu datang ke aku. Bener ga mi?"

Dan malam itu.. Mengalir deras lah ceritaku tentang haail istikharah dan petunjuk-petunjuk yang aku dapatkan ke umi.

Umi yang semula memunggungiku.. Mulai berbalik menghadapku. Meski masih diam.. Umi mulai meneteskan air mata.

Dan keesokan paginya... Umi memelukku dan berkata...

"Umi sangat ga setuju kamu nikah jadi istri kedua.. Sangat ga setuju. Tapi setelah dengar kisah kamu. Cerita kamu semalam. Umi jadi berpikir lagi.
Kalau memang Allah maunya begitu.. Kita bisa apa lagi selain taat? "

Aku kaget... Karena sebelumnya umi sangat menentang. Sangat-sangat-sangat menentang.. Tapi Allah... Memang pemilik hati. SesukaNya Dia bolak-balikkan hati orang lain...

"Tapi mi.. Ada kemungkinan aku akan menolak buat lanjutkam proses ini. Ini belum keputusan final. Karena hubungan yang harus dijaga bukan hanya hubungan kita sama Allah.. Bukan hanya hablumminallah. Tapi juga hubungan kita ke manusia. Kita ga boleh kadi orang yang zhalim."

"Aku masih mau mengajukan satu syarat. Syarat paling penting. Yang kalau syarat ini ga terpenuhi.. Aku ga akan mau melanjutkan proses ini. Terlalu beresiko. Karena pernikahan seperti ini.. Kalau tidak baik diawal.. Akan tidak baik sampai ke ujungnya.. Dan aku ga mau itu terjadi.."

Aku tidak tau..
Syarat yang kuajukan itu ternyata syarat yang rupanya membuat abi justru sangat murka padaku...

_____________________________________
To be continue... (again) to Part 5
_____________________________________

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DARI ANAKMU YANG KINI DEWASA

Perjalanan Pembuktian Cinta #Part1

sampe sebesar ini?