Hari Raya, Luka Lama dan Doa
Aku pikir aku sudah sembuh. Ternyata belum… Aku pikir aku sudah bisa memaafkan. Ternyata belum sepenuhnya… Lalu aku menjadi teramat takut salah. Terlalu berusaha menjaga hati orang lain, hingga tanpa sadar menyakiti diriku sendiri. Aku takut dibenci. Padahal batinku sudah kurang—penuh luka. Dan bisa tiba-tiba ambruk begitu saja. Seringkali aku merasa lemas, lelah, sakit kepala. Kupikir yang sakit adalah tubuhku, ternyata… yang terluka adalah ruhku. Luka itu masih ada. Hancur. Berantakan. Dan aku tak menyadarinya sepenuhnya. Aku hanya mengalihkan duka, mengobatinya semampuku… meski belum kunjung sembuh. Maafkan aku, ya Allah… Dalam alam bawah sadarku, momen takbir menggema membesarkan nama-Mu di hari raya, adalah juga momen aku patah hati… pada banyak waktu, dan pada orang-orang yang semestinya dekat, yang seharusnya merangkulku. Tapi justru saat gema takbir itu terdengar, aku sadar: Tak ada sandaran lain bagiku selain Engkau. Tak bisa kubersandar pada dunia, pada manusia… Hanya pada-Mu...