Kau dan Hanya Kau
Juni berlalu dan hampir sampai lagi ke akhirnya.
Juni yang penuh dengan kenangan. Hubungan yang terbangun antara aku dan Tuhanku.
Percakapan batin yang masih saja riuh. Ego yang terkadang mencuat dan enggan diredam.
Bagiku Juni adalah penempaan hati. Ditempatkan pada satu kondisi dan tempat yang sama, dengan yang sebenarnya paling ingin aku hindari.
Sebab hatiku masih patah patah menjalani dan berusaha memahami dalam sunyi senyap di kedalaman yang tertular hingar bingar di luar.
Aku tidak terbiasa dengan ini. Tapi hampir sebulanan ini aku dipaksa untuk terbiasa.
Riuh di hatiku saat berusaha memahami masih saja.
Aku berusaha menatanya dalam tataan terbaik.
Seperti biasanya. Saat sebelumnya aku dengan mudah menepi dan menghilang sejenak dari yang paling ingin aku hindari.
Dan berusaha menatanya dalam tataan dengan cara seperti biasa rupanya tidak selalu berhasil. Sebab dalam kondisi yang sedemikian berbeda, belum juga paten kutemukan caranya.
Kadang berhasil.
Tapi seringnya aku kalah.
Sambil kalah sambil aku masih berusaha menatanya dan menyerahkannya pada pemilik segara urusan.
Kebenaran ada padaNya bukan?
Bukan padaku dan caraku. Bukan padanya dan caranya
Yang abadi ada di sisiNya bukan?
Bukan disisiku dan bukan pula disisinya.
Maka apa boleh jika setiap apa yang tidak sanggup aku tata di dalam batin, setiap cara yang coba kulakukan agar ia tetap rapih sesuai dengan aturan kebenaran milikNya, aku serahkan dan sandarkan utuh seutuh-utuhnya padaNya saja?
Agar riuh di dalam hatiku ini segera reda.
Agar hatiku menangkap setiap apa yang ada dan terjadi di sekitarku, dengan kacamata yang seharusnya. Dengan penilaian yang sebenarnya.
Tenang yang dicari benar ada padaNya kan? Maka yang kulakukan untuk senantiasa berserah dan menyerahkan segala urusan dan kebutuhan juga segala riuh bisik hati padaNya, ini benar kan?
Ah, aku tau, ini benar. Lalu apa yang membuat aku masih bertanya dan terkesan meragukan?
Aku bertanya untuk meyakinkan diri. Agar ketenangan dan kemantapan itu hadir.
Ternyata mengemudi hati di jalan lurus sedemikian sulitnya. Di jalan yang sudah kita kuasai bisa jadi itu mudah. Tapi di jalan yang penuh hambatan, sering kali kita kelimpungan sendiri. Jalan sulit itu biasanya kita hindari. Tapi bagaimana jika Allah maunya kita menghadapinya? Menjalaninya. Melatih hati agar tidak mentok-mentok dan menggores-gores di jalan yang sulit ini
Semoga setelah Juni yang sedemikiannya buatku ini, aku semakin lihai ya mengemudi hati.
Meleraikan hingar bingar luar agar tidak berpindah menjadi keriuhan dan keramaian di hati.
Agar meski di luar hingar bingar, hatiku tetap bisa tenang dan damai.
Tidak terbawa, tidak terwarnai, yang tidak semestinya.
Agar obsesi hatiku selalu adalah tentangNya. Tentang apa-apa yang makin mendekatkanku padaNya. Tanpa mengecilkan yang lainnya. Tanpa merendahkan sekitarku.
Semua punya jalan pilihannya dalam mendekat padaNya.
Jika kutetapkan Al-Qur'an jalanku untuk mendekat padaNya, semoga aku tidak perlu goyah lagi. Semoga kemantapan itu Allah hadiahkan.
Agar tak peduli saat sepi atau saat ramai, tetap hanya Dia yang aku inginkan dengan amat sangat.
Menulis membuat gemuruh riuh di hatiku reda. Aku hanya perlu meleraikan dan menguraikannya. Agar yang terang tidak tertutup gelap. Agar yang berseri tidak tertutup muram. Agar yang menjadi sebab bahagiaku hanya yang abadi bukan yang imitasi dan kepalsuan.
_aku on the way mengemudi hatiku menujuMu. Kau melihatnya kan? Jatuh bangun ini, semoga kelak akan menjadi sebab kebaikan dunia akhirat yang sedemikian aku rindukan. Kau dan hanya Kau.
Komentar
Posting Komentar
Terimakasih sudah membaca blog ini dan bersedia meninggalkan jejak dalam komentar,semoga bermanfaat ya. ^_^