Malam ke 28 Ramadhan yag TerasaBegitu Berbeda

Bismillah...

Kalau boleh kuberi lencana The Best Ever dari setiap Ramdhanyag pernah aku lewati, maka aku berikan lencana itu untuk bulan Ramadhan tahun ini. Karena Allah telah meyadarkan diriku dari sekedar memikirkan diri sendiri. Aku belajar peduli pada orang lain, sejak kutemui diriku berada di komunitas SejutaSefter. Ini bukan sedang melebih-lebihkan. Tapi benar begitulah yang kurasakan.

Mengapa bisa kukatakan seperti itu? Boleh kiranya kau simak kisah yang akan aku ceritakan berikut ini. Dan silahkan kau nilai sendiri.

I’tikaf di sepuluh malam terakhir ramadhan adalah yang sangat dinanti-nanti. Bukankah begitu? Karena kesempaan itu hanya berulang dalam setahun sekali. Akan sangat sayang  jika dibiarkan berlalu begitu saja. Padahal Allah sediakan pahala yang sangat berlipat bagi setiap amal ibadah yang kita lakukan. Hal itulah yang menggerakkan kami dari SejutaSefter (meski hanya beberapa orang) bersepakat untuk i’tikaf. Awalnya kami i’tikaf di masjid BI. Tapi saat menjelang malam 28 itu kami memutuskan untuk pindah ke masjid At-Tin, karena ingin mendapat suasana baru dan spirit yang lebih baik.

Malam ke 28 itu, terkumpullah kami, yang terdiri dari aku, Maryam, Nindy, Jumrah, Azzam, Egga, dan Triyanto. Karena kami berniat akan tilawah sepanjang malam ke 28 itu, jadi kami sempatkan pergi ke luar dulu untuk mencari segelas kopi. Dengan maksud untuk dapat begadang dan semangat menyelesaikan tilawah kami. Dan sekalian juga kami akan membeli makanan untuk sahur kami. Semoga niatan ibadah tilawah qur’an kami itu sudah masuk hitungan pahala ya. Karana rupanya Allah punya satu rencana lain untuk kami. Kami yakin tidak ada yang kebetulan. Semua memang sudah direncanakan oleh Allah.

Saat itu waktu menunjukkan pukul 12 malam. Kami menuju terminal Pinang Ranti untuk membeli pecel ayam. Dengan mengendarai mobil Honda Brio milik Nindy. Setibanya kami di terminal itu, kami melihat seorang bapak-bapak tergeletak di atas tumpukan tas. Dia dikelilingi oleh beberapa orang perempuan dan lelaki dewasa.

“Hai, kayakya itu bapak-bapak kesakitan deh.” Seorang dari kami berucap. Serentak kami menolehkan pandangan kami ke arah yang dimaksud. Benar adanya, rupanya bapak itu sedang meringis seolah menahan sakit yang sangat. Kami bergegas keluar dari mobil dan meuju ke tempat bapak tersebut tergeletak.

“Bapak kenapa pak?” aku bertanya.

“Ini mba, kita baru aja sampai dari Wonogiri. Saat urun dari bis bapak tiba-tiba jatuh dan tidak bisa menggerakkan setengah badan bagian kirinya. Mati rasa. Tangan dan kakinya benar-benar terasa lumpuh.” Seorang ibu yang ternyata istrinya itu memberikan penjelasan.

MasyaAllah, meringis hatiku mendengarnya. Bisa kau bayangkan, jika kau menjadi seorang bapak usia sekitaran 60 tahun, di tengah jalan, di termial, tengah malam, kau tergletak kesakitan seperti itu. Jika dulu aku melihat kasus seperti itu, mungkin aku hanya akan menangis dan tidak bisa berbuat apa-apa. Tapi sekarang semua berbeda. Kami telah dibekali ilmu SEFT. Dan di saat genting tanpa peralatan dan obat seperti inilah kami baru menyadari betapa rasa syukur kami telah mempelajari SEFT ini.

Kami langsung menawari keluarga bapak tersebut untuk menSEFTingnya. Alhamdulillah keluarganya sejutu.  Azzam, Egga dan Triyanto megambil posisi untuk segera menterapi sang bapak. Bapak itu tampak sangat kepayahan. Beberapa putaran SEFTing kami lakukan, bapak tersebut sampai muntah-muntah berkali-kali. Tapi terlihat kakinya yang awalnya tertekuk dan sama sekali tidak dapat digerakkan itu, tiba-tiba dapat diluruskan dan tampak berkurang rasa sakitnya. Kami semua menarik nafas lega. Akhirnya sang bapak dibawa pulang ke rumahnya dengan menyewa angkot.

Setelah proses SEFTing itu selesai, kami terdiam merenung. Ini rupanya rencana Allah bagi malam ke 28 Ramadhan kami, sangat indah... aku melihat mata Nindy bekaca-kaca. Aku paham, sepertinya dia teringat ayahnya yang sedang sakit stroke. Sabar ya ka. Allah punya rencana terbaik.

Menurutmu, siapa yang mengarahkan kaki kami ada di terminal di tengah malam seperti itu? Siapa pula yang telah menggerakkan hati kami berpindah tempat i’tikaf dar BI ke At-Tin? Siapa yang membuat kami saling kenal dalam komunitas SejutaSefter ini? Dialah Allah... Yang tak akan pernah salah dalam merangkai cerita. Maka, nikmatNya yang manakah yang akan kau dustai?

Dan qiyamullail kami setelah itu terasa sangat berbeda dengan qiyamullail sebelum-sebelumnya. Allah lembutkan hati kami untuk dapat merasakan indahnya munajat kepadaNya justru setelah kami menyedekahkan tenaga kami untuk membantu yang kesusahan. Jadi masih maukah kamu tutup mata dari semua orang yang butuh pertolonganmu? Hai, Allah ada di sana...Dia ada bersama orang-orang yang butuh pertolongan.

Need help? Contact us. we love to share... :)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DARI ANAKMU YANG KINI DEWASA

Perjalanan Pembuktian Cinta #Part1

Hmm..ukhti, istiqomahlah..