Syawal dan Janji yang Kita Simpan di Dalam Diri
Ramadan telah pergi. Ia tidak pamit. Tidak pula menoleh. Hanya meninggalkan jejak harumnya dalam ruh—jika kita benar-benar hadir saat ia datang. Kini Syawal menyapa. Bukan dengan gegap gempita pesta, melainkan dengan sebuah pertanyaan yang sunyi: “Masihkah kau ingat siapa dirimu saat Ramadan menyentuh hatimu?” Syawal bukan jeda. Bukan tempat kembali bersantai dari perjuangan ruhani. Ia justru pintu masuk, ke sebuah medan baru: konsistensi setelah intensitas. Tentang Ramadan: Mengapa Allah Memilihnya Allah menyebut Ramadan sebagai bulan yang mulia, karena: “ Di dalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia, penjelasan dari petunjuk itu, dan pembeda antara yang benar dan batil.” (QS. Al-Baqarah: 185) Ramadan bukan bulan lapar. Bukan sekadar puasa. Tapi bulan turunnya cahaya pertama dari langit ke dada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Ibnu Asyur menuliskan: turunnya Al-Qur’an adalah alasan mengapa waktu menjadi mulia. Bukan karena malamnya, bukan karena hari-harin...
malemmalem aje
BalasHapusmalem? saya di pesantren euy..ga da internet..^^
BalasHapusgk usah dipaksain kali...
BalasHapussesempetnya...
blogging kan hanya salah satu media aktualisasi dan media ilmu...
*sok tau...
:P
bener juga sih..
BalasHapusfokus tahfidznya ya.
BalasHapusnge-mp cerita-cerita ttg pesantrennya
tulis tulis aja dulu...... dimana kek, d kompi, ato buku (bigbossx masi sering dipake kn ^^)......
BalasHapuspas pulang dposting smua.... uwow, mantab tuh........
maunya gitu..tapi sangking banyaknya jadi bingung mau mulai dari mana..
BalasHapusbaguuus...masih kalo itu sih,,,salin aja ya..^^
BalasHapusPokoknya nulis.produktif.
BalasHapusiya ibah, tulis aja di diary atau buku.. ntr tinggal ketik ulang ^^
BalasHapussoalnya menulis itu kebutuhan jiwa juga.. *tsaaahhh :D
siap!
BalasHapussetuju banget deh ama T May!^^
BalasHapus