Saat Mukena pun Menyapamu Lembut

Paket itu terbungkus plastik berwarna hitam. Diatasnya tertempel selembar kertas bertuliskan alamat dan ditujukan untuk suamiku.


Perlahan aku membukanya. 3 potong baju koko dan 1 set mukena berwarna biru dongker.


Ada yang mengetuk hatiku...


Satu bulan terakhir, beberapa orang berbeda memberiku mukena, dalam jangka waktu yang berdekatan. Mukena dengan berbagai macam warna, putih, peach, dan beberapa warna lainnya. Indah. Cantik.


Aku baru menyadarinya saat kubuka lemariku dan melihat tumpukan mukena tersebut.


Semua mukena yang aku punya tidak ada yang aku beli sendiri, kecuali mukena yang dihadiahkan suamiku saat akad nikah.


Semua mukena itu dari pemberian orang lain.


Hampir separuh dari semua mukenaku  kukirim untuk diberikan kepada pengungsi di Lombok yang menjadi korban gempa. Kusisakan untukku hanya sedikit, beberapa potong yang sekiranya memang cukup untuk kupakai sehari-hari.


Tapi...


Mukena-mukena itu seperti kembali lagi padaku, dalam bentuk yang baru, dari orang-orang yang berbeda. 

Terakhir dan terbaru yang kuhitung, total ada 12 mukena yang aku punya.


Sambil melipat mukena-mukenaku, aku banyak beristighfar.


Mukena yang berturut-turut datang padaku ini pasti sebuah SINYAL KUAT dari Allah untukku, agar kuperbaiki shalatku.


Aku sangat menyadarinya.


Mukena yang sedang kulipat ini, jika mereka bisa bicara, mereka mungkin akan berkata-kata padaku tentang betapa irinya mereka satu sama lain berebut untuk kupakai dalam shalatku, menemaniku bersujud khusyuk menghadap Allah.


Aku merasa hatiku seperti dicubit-cubit. Meringis.


Mukena-mukena ini, kelak akan menjadi saksiku di akhirat. Mereka akan menjadi saksi bagi semua kelakuanku yang sesungguhnya. Bagaimana aku bersegera menuju shalat. Bagaimana aku mengerjakannya dengan terburu-buru dunia. Bagaimana dengannya aku menangis memohon segala ampun tapi terus kembali lagi bergelimang dosa.


Duh Allah... Aku sungguh malu pada mereka.. Mukena-mukena yang Kau hadirkan untukku ini...


Seperti mereka menatapiku dengan tajam dan berkata: "Belum tibakah waktumu untuk khusyuk mengingat Allah?"


Seperti mereka menegurku lembut lewat warna-warninya: "Aku sudah sebegini indah untuk kau kenakan, apa shalatmu sudah cukup indah untuk kau kenakan di hadapan Allah saat hari perhitungan kelak?"


Seperti mereka melambai-lambai padaku: "Pakai aku, pakai aku! Aku ingin menemanimu dalam taatmu kepada Tuhan-mu. Menemani shalat-shalat terbaikmu di sisa waktumu di dunia ini. Kau mau memakaiku kan?"


Hatiku sudah tenggelam dalam dentuman dan getaran malu sekaligus haru.. Air mata batinku beruraian sudah...


Dialog hati itu terjadi lagi...


"Hai Nusaibah... Apakah pesan cinta dari Allah, Tuhan-mu, telah sampai dengan sempurna kepadamu lewat mukena-mukena ini?"


Aku mengangguk sambil bergumam  dalam senyap dan tunduk malu.. "Ya.."


"Maka bukankah ini cukup bagimu untuk mengambil cintaNya dan membalasnya dengan cinta terbaik yang kau punya?"


Air mulai menggenangi sudut-sudut mataku... "Ya.. Cukup ya Allah.. Pesan cintaMu sempurna telak mengena di hatiku.. Teguran lembutMu, terimakasih.. Sapaan sayangMu, terimakasih... Aku ingin cintaMu, cinta orang-orang yang mencintaiMu dan amalan yang mendekatkanku pada cintaMu... Doaku kemarin.. Kau jawab sempurna.. Lewat mukena-mukena yang Kau berikan padaku lewat orang-orang yang mencintaiMu..."


Terimakasih ya Allah... 




 

Komentar

  1. Ka Iba, sya baru tau ka Iba 2 hri lalu melalui video youtube tentang "..Hafidzah cantik yg jdi Istri ke 2", trus cari Tau buku ka Iba dan Tembus Di blog kk, MasyaAllah tersentu sma tulisan2 yg kk tulis, semangat ya ka Nulisx✊. Ditunggu tulisan selanjutx☺

    BalasHapus

Posting Komentar

Terimakasih sudah membaca blog ini dan bersedia meninggalkan jejak dalam komentar,semoga bermanfaat ya. ^_^

Postingan populer dari blog ini

DARI ANAKMU YANG KINI DEWASA

Perjalanan Pembuktian Cinta #Part1

sampe sebesar ini?