PENYEBAB HILANGNYA KENIKMATAN SAAT MEMBACA AL-QUR'AN

Yang terbayang-bayang belakangan ini setiap lagi baca qur'an... Adalah dosa-dosa yang pernah dilakukan. Malu, malu, malu sekali rasanya sama Allah. 😭

Ditambah tadi ada yang menginbox pertanyaan yang bikin aku flashback lagi ke masa lalu.

Bunyi pertanyaannya: Saya sudah baca qur'an tiap hari, tiap malam, tapi kok saya ga merasakan nikmat apapun saat membacanya? Bagaimana cara bisa nikmat membaca qur'an?

Di suatu masa, awal-awal saya mengenal qur'an. Belajar berteman dengannya di keseharian. Saya juga merasakan hal yang sama dengan sang penanya ini.

Kok kayak cuma jadi rutinitas tanpa makna ya?

Hafalan qur'an sekedar hafal aja. Tilawah sekedar tilawah. Terjemah indonesia dari qur'an juga dibaca, tapi kok ya ga ada rasa apa-apa sama sekali gitu di diri sendiri dan di hati juga.

Kok kayak yang sia-sia aja ya?

Tapi karena tuntutan, saya terus aja baca dan ngafal (saat itu dimulai dari SD sampai SMA) saya wajib menyetorkan hafalan. Jadi sebatas pengguguran kewajiban.

Dulu.. Saat saya dengar ada ustadz yang ceramah dan bilang tidak akan bersatu antara kesenangan mendengar musik dan ayat-ayat Qur'an di dalam satu rongga hati yang sama.

Wah saya pasti tolak habis-habisan itu pendapatnya. Karena saya pencinta musik. Penikmat lebih tepatnya. Apalagi lagu-lagu barat pada masanya, yampun, gahol banget deh kalo bisa sampe hafal. Saya hafalkan sampai ke lirik-liriknya. Meskipun di pesantren di larang denger lagu-lagu, pas liburan tetep aja itu jadi hal pertama yang wajib ada di playlist hp atau komputer.

Saya penggila musik sejati, tapi juga seorang penghafal qur'an pada mulanya.

Sampai suatu hari dalam perenungan, dengan Al-Qur'an dalam pangkuan, mulai berpikir mendalam.

Katanya Al-Qur'an ini mukjizat. Katanya Al-Qur'an ini kalau diturunkan kepada sebuah gunung, maka gunung itu akan terpecah belah karenanya. Tapi kok efek Al-Qur'an ini ga berasa di saya ya? Apa yang salah? Qur'annya yang salah? Ya ga mungkin. Pasti salahnya ada di saya nih. Terus apa salah saya ya?

Sampai aku meneruskan proses baca-hafal-lihat terjemah itu terus menerus..

Aku menemukan sebuah kisah yang menggugah sekali.

Kisah seorang cucu yang bertanya kepada kakeknya yang mewajibkan sang cucu untuk membaca qur'an setiap habis subuh. Dengan mata terkantuk sang cucu terus membacanya. Karena lelah setelah beberapa hari, cucu bertanya kepada kakeknya,

"Kek, kenapa sih kita harus baca Qur'an? Kayaknya sia-sia aja, aku baca hari ini, tapi ga ada sedikitpun makna yang aku dapat darinya. Terus kenapa masih harus terus dibaca qur'an ini? Aku cape."

Kakek tersenyum. Memberi isyarat cucu untuk mengikutinya ke halaman depan rumah.

"Cu, coba bawa keranjang anyaman bambu bekas tempat batu bara di gudang penyimpanan ke sini." Pinta sang Kakek.

Cucu berjalan ke gudang dan mengambilnya, menuruti permintaan kakek.

"Nah sekarang, coba kamu bawa keranjang bambu ini ke sungai di bawah, ambil airnya, bawa ke sini."

"Tapi Kek, ini kan percuma, sampai atas juga habis semua airnya berjatuhan di jalan. Keranjangnya juga kotor banget, nanti bajuku kena kotornya." Cucu protes.

"Sudah, lakukan saja permintaan Kakek."

Akhirnya cucu menuruti perintah kakeknya yang sangat aneh itu.

Berulang kali dia mengambil air di sungai dengan menggunakan keranjang bambu, dan berulang kali pula, dia sampai di atas dengan sia-sia, karena air yang berhasil dibawa sudah berjatuhan sepnjang jalan dia membawanya ke atas.

Berhari-hari kakek memintanya melakukan hal itu.

Sampai suatu hari, cucunya protes karena merasa dikerjai oleh kakeknya.

"Aku udah ga mau lakuin ini lagi ah Kek. Sia-sia. Cape. Ga ada gunanya."

Kakek tersenyum bijak sambil menepuk pundak cucunya.

"Kau yakin yang kau lakukan ini hanya sia-sia saja?"

"Iya kek, buat apa juga kakek minta aku berhari-hari ngangkut air dari bawah sungai sana sampai ke atas sini pakai keranjang bambu lagi. Sia-sia. Sangaaat sia-sia."

Senyum kakek semakin lebar.

"Coba kau lihat ke bawahmu sana." kakek mengarahkan pandangan cucu untuk melihat tanah sepanjang perjalanan sang cucu sewaktu membawa air dari sungai ke rumah.

Cucunya terpana. Karena di sepanjang jalan yang biasa dia lewati sambil membawa air sungai itu, telah ditumbuhi bunga-bunga yang indah sekali.

Masih terperangah dengan apa yang dilihatnya, kakek memulai perkataannya,

"Tidak pernah sia-sia yang kau lakukan untuk Allah, melaksanakan perintahnya, mendekat ke Al-Qur'an sebisa yang kau lakukan. Tidak akan pernah ada kesia-siaan.

Sungai ini ibarat Al-Qur'an. Tanah yang kau lalui adalah hari-harimu. Keranjang bambu ini adalah hatimu.

Setiap hari kau membaca Al-Qur'an seperti kau membawa hatimu yang penuh noda ibarat keranjang bambu yang hitam legam karena noda batu bara, menuju sungai yang mengalir deras air bersih. Membawa kesegaran dalam harimu, keindahan yang menunggu waktu. Awal mula kau berjalan kau pasti berat karena hatimu masih penuh dengan noda kelam. Semakin kau lanjutkan, terus dan tanpa berhenti, akan kau temukan, bahwa kau, hatimu dan hari-harimu semakin berbeda.

Hari-harimu akirnya akan penuh bunga indah yang menyejukkan mata dan melapangkan dada.

Belum lagi, jika kau lihat keranjang bambu yang semula hitam legam itu kini. Bagamana keadaanya?

"Wah, iya Kek, sudah bersih, seperti baru. Noda hitam batu baranya sudah hilang. Bersih sekali." Cucu merasa sangat terkesima dengan kebijaksanaan yang kakek ajarkan.

"Seperti itulah hati pembaca Al-Qur'an. Yang setiap terus ia basuh hatinya dengan kalam-kalam Allah yang suci. Noda-noda itu akan terkikis perlahan.

Dan hanya dengan kejernihan hati, makna di dalam Al-Qur'an yang ia baca akhirnya akan memberikan efek kepada dirinya.

Hatinya akan tergetar setiap mendengar ayat itu dibacakan di hadapannya. Air matanya akan mengalir karena sesak yang indah dikarenakan makna yang merasuki ruang batinnya.

Begitulah cara Allah mentarbiayh seorang hamba dengan Al-Qur'an Cu... Kau mau melanjutkan perjuanganmu membersamai hari-harimu dengan. al-Qur'an? Kakek doakan.. Semoga akan tiba suatu hati di mana, kau akan dapat pula merasakan kenikmatan cicipan surga yang Allah berikan lewat mukjizat akhir zaman yang sampai ke tangan kita ini Cu."

Sang Cucu hanya berderaian air mata mendengar penjelasan Kakek. Dia berazzam akan terus berusaha mendekati Al-Qur'an, agar tiba suatu hari di mana dadanya akan selalu tergetar dengan kedalaman makna yang terkandung di tiap ayatnya.

**

Kisah ini sangat menginspirasi sekali buat saya. Dan saya merasakan sekali efek yang sama seperti yang dikatakan kakek kepada cucunya.

Semakin saya mendekat dan terus mendekati Qur'an di keseharian.. Yang semula karena tuntutan, yang semula karena kewajiban, tapi terus dan terus dilanjutkan, akhirnya tiba hari itu, hari yang ditunggu, saat saya menangis karena ayat yang saya baca.

Hari di mana saya selalu tersedu saat mendengar ayat qur'an dibacakan.

Hari di mana saya merasakan kenikmatan yang tidak bisa dilukiskan kata, setiap saya membacanya.

Hari di mana ternyata saya sudah tidak mecintai musik.

Itu hal yang terjadi secara otomatis.

Ia tergeser sempurna.

Di list music hp saya, polos sekali. Tanpa ada musik satupun.

Ia tersingkir dengan sendirinya, seiring kenikmatan yang saya rasakan di hati karena qur'an telah memberikan efeknya pada saya yang dulu begitu bebalnya.

Proses ini bertahun-tahun... Kau pun akan menemukan hari yang sama. Asal kau tidak menyerah dan bertahan dalam prosesnya.

Hari di mana, tidak ada yang indah, dan lebih indah selain saat kau bisa melantunkan ayat-ayat mulia itu di manapun kau mau... Dalam kondisi yang bagaimanapun.

Kalau kau mau menjadi salah satu yang merasakannya, teruskanlah langkahmu mendekatinya. Proses baca-Hafal-lihat terjemah, yang semula terasa begitu flat tanpa makna itu akan berubah seiring waktu.

Wallahua'lam..

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DARI ANAKMU YANG KINI DEWASA

Perjalanan Pembuktian Cinta #Part1

Hmm..ukhti, istiqomahlah..