Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2025

Syawal dan Janji yang Kita Simpan di Dalam Diri

Ramadan telah pergi. Ia tidak pamit. Tidak pula menoleh. Hanya meninggalkan jejak harumnya dalam ruh—jika kita benar-benar hadir saat ia datang. Kini Syawal menyapa. Bukan dengan gegap gempita pesta, melainkan dengan sebuah pertanyaan yang sunyi: “Masihkah kau ingat siapa dirimu saat Ramadan menyentuh hatimu?” Syawal bukan jeda. Bukan tempat kembali bersantai dari perjuangan ruhani. Ia justru pintu masuk, ke sebuah medan baru: konsistensi setelah intensitas. Tentang Ramadan: Mengapa Allah Memilihnya Allah menyebut Ramadan sebagai bulan yang mulia, karena: “ Di dalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia, penjelasan dari petunjuk itu, dan pembeda antara yang benar dan batil.” (QS. Al-Baqarah: 185) Ramadan bukan bulan lapar. Bukan sekadar puasa. Tapi bulan turunnya cahaya pertama dari langit ke dada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Ibnu Asyur menuliskan: turunnya Al-Qur’an adalah alasan mengapa waktu menjadi mulia. Bukan karena malamnya, bukan karena hari-harin...

Hari Raya, Luka Lama dan Doa

Aku pikir aku sudah sembuh. Ternyata belum… Aku pikir aku sudah bisa memaafkan. Ternyata belum sepenuhnya… Lalu aku menjadi teramat takut salah. Terlalu berusaha menjaga hati orang lain, hingga tanpa sadar menyakiti diriku sendiri. Aku takut dibenci. Padahal batinku sudah kurang—penuh luka. Dan bisa tiba-tiba ambruk begitu saja. Seringkali aku merasa lemas, lelah, sakit kepala. Kupikir yang sakit adalah tubuhku, ternyata… yang terluka adalah ruhku. Luka itu masih ada. Hancur. Berantakan. Dan aku tak menyadarinya sepenuhnya. Aku hanya mengalihkan duka, mengobatinya semampuku… meski belum kunjung sembuh. Maafkan aku, ya Allah… Dalam alam bawah sadarku, momen takbir menggema membesarkan nama-Mu di hari raya, adalah juga momen aku patah hati… pada banyak waktu, dan pada orang-orang yang semestinya dekat, yang seharusnya merangkulku. Tapi justru saat gema takbir itu terdengar, aku sadar: Tak ada sandaran lain bagiku selain Engkau. Tak bisa kubersandar pada dunia, pada manusia… Hanya pada-Mu...

30 Ramadhan 1446H

Lebaran sudah datang lebih dulu di Makkah. Indonesia baru sehari setelahnya akan berlebaran. Hari baru saja berganti 3 menit lalu. Jadi bagiku ini adalah hari ke 30 Ramadhan. Ditengah tidur lelap tetiba suami menelfon, mengabarkan bahwa di sana sudah masuk hitungan 1 Syawal. Pengalaman pertama kami Lebaran Idul Fitri terpisah. Wajahnya menunjukkan kesedihan saat video call tadi. Dia memang berhati lembut. Juga penuh kasih sayang. Aku ya rindu juga, sedih juga, tapi juga bahagia untuknya sekaligus, bisa dapat kehormatan Itikaf 10 terakhir Ramadhan di Masjidil Haram itu luar biasa kan. Dan dia yang Allah berikan kesempatan terhormat itu. Aku bahagia untuknya. Sebenarnya sedihnya lebih dari sekedar Lebaran tanpa keluarga, tapi karena Ramadhan yang sudah berlalu. Atau ya memang campur aduk perasaan antara keduanya itu. Dalam panggilan telfon ya dia juga sempat menceritakan tentang tadabburnya di Quran surat Al-Baqarah ayat 66. Dalam kondisi setengah sadar aku mendengarnya membahas sekilas ...

Agar Kau Tak Kecewa

Hubungan yang terjalin saat kau berusaha rutin membaca Al-Qur’an, itu adalah hadiah. Saat ia menjelma menjadi hati yang semakin indah dan akhlak yang semakin baik, pastikan bahwa muara akhirnya tetap untuk Allah, pada Allah dan karena Allah saja. Kalau niat niat itu mulai melenceng, pastikan kau kemudikan lagi kembali pada tujuan satu-satunya. Agar tidak ada harap, kecewa, tujuan, selainnya. Kita sudah sama-sama memahami ini. Mari bertahan dalam pembuktian kesungguhan ini ya. Yang sabar. Yang kuat.

Janji yang Terlupakan

Memperhatikan pertumbuhan Abyan, anak bontot kau yang kini berusia 15 bulan. Melihat keceriaannya, dan dia yang sedang sering berceloteh dengan suara yang belum jelas, tawanya, langkah-langkah kecilnya yang belum teguh, senyumnya.. Pikiranku melayang.. Dia dan masa kecilnya, dia yang belum mengerti apa yang dilakukannya, dan dia yang pasti akan melupakan apa yang dia lakukan saat ini saat usianya mulai bertambah. Kapan manusia mulai bisa mengingat apa yang dilakukannya? Kita yang dewasa ini terkadang hanya bisa mengingat samar kejadian yang kita lakukan di usia 2 atau 3 tahun ke bawah. Bahkan di usia 4 pun mulai sulit mengingat tapi di 4 tahun sudah mulai ada ingatan meski samar akan masa yang sudah lewat. Aku perhatikan juga anak-anakku yang beranjak dewasa… Zahroh, Raihan, Sarah.. mereka dengan kenanganku yang bahkan samar pula akan masa kecil mereka. Kalau dengan bantuan foto atau video, atau tulisan yang aku niatkan untuk mengabadikan cerita, aku baru bisa dengan mudah mengingatnya...