Janji yang Terlupakan
Memperhatikan pertumbuhan Abyan, anak bontot kau yang kini berusia 15 bulan. Melihat keceriaannya, dan dia yang sedang sering berceloteh dengan suara yang belum jelas, tawanya, langkah-langkah kecilnya yang belum teguh, senyumnya..
Pikiranku melayang..
Dia dan masa kecilnya, dia yang belum mengerti apa yang dilakukannya, dan dia yang pasti akan melupakan apa yang dia lakukan saat ini saat usianya mulai bertambah.
Kapan manusia mulai bisa mengingat apa yang dilakukannya?
Kita yang dewasa ini terkadang hanya bisa mengingat samar kejadian yang kita lakukan di usia 2 atau 3 tahun ke bawah. Bahkan di usia 4 pun mulai sulit mengingat tapi di 4 tahun sudah mulai ada ingatan meski samar akan masa yang sudah lewat.
Aku perhatikan juga anak-anakku yang beranjak dewasa…
Zahroh, Raihan, Sarah.. mereka dengan kenanganku yang bahkan samar pula akan masa kecil mereka. Kalau dengan bantuan foto atau video, atau tulisan yang aku niatkan untuk mengabadikan cerita, aku baru bisa dengan mudah mengingatnya.
Tahun demi tahun berlalu. Aku akan memasuki 34 tahun ini.
Mencoba juga mengingat masa-masa saat aku di usia anak-anakku kini.
Kenangan-kenangan yang hadir. Apa yang aku ingat dan sebanyak yang aku lupakan.
Tetiba aku teringat sebuah ayat.
Al-A'raf - Ayat 172
وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِن بَنِي آدَمَ مِن ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَىٰ أَنفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَىٰ شَهِدْنَا أَن تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَٰذَا غَافِلِينَ
The Sabiq company:
Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi (tulang belakang) anak cucu Adam keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap roh mereka (seraya berfirman), “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari Kiamat kamu tidak mengatakan, “Sesungguhnya ketika itu kami lengah terhadap ini.”
https://tarteel.ai/ayah/7/172
Al-A'raf - Ayat 173
أَوْ تَقُولُوا إِنَّمَا أَشْرَكَ آبَاؤُنَا مِن قَبْلُ وَكُنَّا ذُرِّيَّةً مِّن بَعْدِهِمْ أَفَتُهْلِكُنَا بِمَا فَعَلَ الْمُبْطِلُونَ
The Sabiq company:
Atau agar kamu tidak mengatakan, “Sesungguhnya nenek moyang kami telah mempersekutukan Tuhan sejak dahulu, sedang kami adalah keturunan yang (datang) setelah mereka. Maka apakah Engkau akan membinasakan kami karena perbuatan orang-orang (dahulu) yang sesat?”
https://tarteel.ai/ayah/7/173
Al-A'raf - Ayat 174
وَكَذَٰلِكَ نُفَصِّلُ الْآيَاتِ وَلَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
The Sabiq company:
Dan demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu, agar mereka kembali (kepada kebenaran).
https://tarteel.ai/ayah/7/174
Kisah masa lalu diri kita sendiri seringnya kita lupakan, dan baru akan ingat saat ada orang dewasa yang mengingat kita saat kita kecil dulu.
”Dulu itu kamu begini loh..”
”Kamu ingat ga dulu kamu pernah begitu loh..”
Dan berbagai jenis perkataan lain yang mengingatkan kita pada suatu masa yang sebenarnya milik kita sendiri tapi sudah kita lupakan. Kita sudah lama beranjak pergi dari masa itu.
Meski lupa, bukan berarti itu tak pernah terjadi kan..
Apalagi jika yang mengingatkan kita akan suatu masa di masa lalu kita itu adalah Tuhan kita sendiri.
Yang mengetahui apa yang terdahulu dan apa yang akan terjadi kemudian.
PengetahuanNya teramat detil.
Dan Tuhan-mu tidak akan lupa.
Saat Allah mengatakan bahwa kita pernah bersaksi di alam ruh yang dulu kita lupakan, kita bersaksi bahwa Allah adalah Tuhan kita.
Keterikatan antara hamba dan Tuhan-nya itu terjalin bahkan amat jauh sebelum keberadaan diri kita ini.
Lalu apa yang membuat kita berpaling?
Dari Tafsir At-Tahrir wa At-Tanwir karya Ibnu ‘Asyur, ada beberapa kesimpulan yang bisa diambil:
1. Ayat ini menegaskan bahwa seluruh manusia telah mengakui ketuhanan Allah sejak sebelum mereka lahir ke dunia.
2. Manusia tidak bisa berdalih di Hari Kiamat bahwa mereka tidak mengetahui tauhid atau hanya mengikuti nenek moyang mereka yang sesat.
3. Allah telah menjelaskan kebenaran ini dengan sangat jelas agar manusia kembali kepada fitrah tauhid dan tidak terjebak dalam kesyirikan.
Saat kita mengaku iman pada Allah dan Al-Qur’an ini, lalu saat mendapatkan berita tentang ini, mestinya ada yang bergejolak dalam hati kita.
Meskipun bahkan aku lupa akan kejadian itu, suatu saat aku akan ingat, sebab aku percaya ini benar adanya,
maka benar, sholatku sudah semestinya aku dirikan, karena aku hamba dari Tuhan semesta alam.
maka benar, ibadahku adalah memang harus dan sudah semestinya aku persembahkan untukNya.
Ayat ini menegaskan bahwa manusia diciptakan bukan untuk kesia-siaan, tetapi untuk memenuhi janji tauhid kepada Allah. Hikmahnya:
• Hidup harus diarahkan kepada penghambaan kepada Allah. Jangan terjebak dalam dunia yang melalaikan.
• Menghafal dan memahami Al-Qur’an membantu menguatkan janji ini. Sebab, Al-Qur’an adalah pengingat bagi mereka yang ingin kembali kepada fitrahnya.
• Segala ujian dan kesulitan hidup adalah cara untuk menguji keteguhan kita terhadap janji ini. Jika seseorang tetap teguh dalam keimanan, ia telah memenuhi perjanjian primordial ini.
Primordial adalah istilah yang berasal dari bahasa Latin primordialis, yang berarti “paling awal” atau “berasal dari permulaan.” Dalam konteks keislaman dan tafsir Al-Qur’an, primordial merujuk pada sesuatu yang sudah ada sejak awal penciptaan manusia atau sebelum keberadaan dunia ini.
Dalam Tafsir Al-Qurthubi, dikatakan, ketika makhluk mengakui bahwa Allah adalah Tuhan mereka, tetapi kemudian mereka melupakan-Nya, Allah mengingatkan mereka melalui para nabi-Nya, dan Dia mengakhiri pengutusan para nabi dengan utusan terbaik-Nya (Rasulullah ﷺ), agar hujjah-Nya tegak atas mereka.
Kemudian Allah berfirman kepadanya (Muhammad ﷺ):
“Maka berilah peringatan, sesungguhnya engkau hanyalah seorang pemberi peringatan. Engkau bukanlah orang yang berkuasa atas mereka.” (QS. Al-Ghasyiyah: 21-22)
Namun setelah itu, Allah memberi Rasulullah ﷺ kekuasaan dan menjadikannya memiliki wewenang (atas umatnya), serta meneguhkan agama-Nya di muka bumi.
Imam ath-Thurthusyi berkata:
“Perjanjian ini tetap mengikat manusia, meskipun mereka tidak mengingatnya dalam kehidupan ini. Sebagaimana talak tetap berlaku atas seseorang yang telah dijatuhkan talak kepadanya meskipun ia telah melupakannya.”
Ringkasan Tafsir Qurthubi dan Hikmahnya bagi Kehidupan Modern
Allah telah mengambil perjanjian dari seluruh keturunan Adam sejak sebelum mereka lahir, dalam bentuk kesaksian fitrah bahwa hanya Dia satu-satunya Tuhan. Kesaksian ini melekat dalam diri manusia, sehingga tidak ada alasan untuk mengingkari tauhid dengan berdalih ketidaktahuan atau mengikuti tradisi nenek moyang yang menyimpang.
Dalam hadis, dijelaskan bahwa Allah mengeluarkan seluruh keturunan Adam dari punggungnya, kemudian membagi mereka ke dalam dua kelompok: penghuni surga dan penghuni neraka, sesuai dengan ilmu-Nya. Meski begitu, setiap manusia tetap diberikan pilihan dalam hidupnya untuk menguatkan fitrah tauhid atau menyimpang darinya.
Hikmah bagi Kehidupan Modern:
1. Kesadaran akan Identitas Spiritual
• Setiap manusia memiliki fitrah tauhid sejak lahir. Namun, dunia modern dengan sekularisme, materialisme, dan hedonisme sering kali menutupi kesadaran ini. Oleh karena itu, penting untuk terus memperkuat hubungan dengan Allah melalui ibadah dan ilmu agar tidak terseret dalam gaya hidup yang melupakan akhirat.
2. Tanggung Jawab Pribadi dalam Keimanan
• Dalam dunia yang penuh dengan pengaruh media dan budaya populer, banyak orang terjebak dalam mengikuti tren tanpa menyaringnya dengan nilai Islam. Tafsir ini mengajarkan bahwa tidak ada uzur bagi seseorang untuk hanya ikut-ikutan tanpa mencari kebenaran. Setiap individu bertanggung jawab atas keimanannya, bukan hanya mengikuti keluarga, budaya, atau lingkungan.
3. Keberagaman Sosial adalah Ujian
• Dalam hadis dijelaskan bahwa manusia diciptakan dalam kondisi yang beragam: ada yang kuat, lemah, kaya, miskin, sehat, dan sakit. Ini menunjukkan bahwa perbedaan sosial adalah bagian dari sunnatullah dan harus disikapi dengan rasa syukur, empati, dan keadilan, bukan dengan iri atau kesombongan.
4. Kesadaran Akan Akhirat di Tengah Kesibukan Dunia
• Kehidupan modern sering membuat manusia sibuk dengan pekerjaan, harta, dan ambisi duniawi hingga melupakan tujuan utama hidup. Tafsir ini mengingatkan bahwa dunia hanya sementara, dan keputusan akhir Allah telah ditetapkan sejak awal. Oleh karena itu, kita harus menjalani hidup dengan penuh kesadaran bahwa ada pertanggungjawaban di akhirat.
Kesimpulan:
• Manusia sudah memiliki fitrah tauhid sejak awal, sehingga tidak ada alasan untuk lalai dalam beribadah dan mencari kebenaran.
• Keimanan bukan warisan, tetapi harus diperjuangkan secara sadar dalam kehidupan.
• Keberagaman sosial adalah ujian, bukan alasan untuk sombong atau putus asa.
• Fokus hidup harus seimbang antara dunia dan akhirat, dengan selalu mengingat bahwa kita diciptakan untuk mengabdi kepada Allah.
Komentar
Posting Komentar
Terimakasih sudah membaca blog ini dan bersedia meninggalkan jejak dalam komentar,semoga bermanfaat ya. ^_^